Pada Minggu, 20 Juli 2025, Koalisi Masyarakat Sipil menggelar Diskusi Media bertajuk “ Rancangan Undang – Undang Pemilu Versi Masyarakat Sipil: Desain Sistem Pemilu” di Bakoel Koffie, Jakarta Pusat. Diskusi ini bertujuan untuk membahas urgensi revisi UU Pemilu dan solusi dari masyarakat sipil untuk menciptakan sistem pemilu yang lebih demokratis, inklusif, dan adil. Diskusi ini juga menghadirkan narasumber dari DPR, Kemendagri, serta perwakilan koalisi masyarakat sipil (Perludem dan PUSaKO) sebagai bagian dari upaya mendorong legislasi yang partisipatif. Kodifikasi RUU Pemilu versi masyarakat sipil menawarkan sistem campuran antara proporsional daftar tertutup dan pluralitas berwakil tunggal dengan prinsip keterwakilan setara dan pemilih berdaya.
Latar Belakang: Mendesaknya Evaluasi UU Pemilu dan Desain Sistem Pemilu yang Lebih Inklusif
Pemilu serentak 2024 menunjukan bahwa sistem pemilu saat ini belum mampu memenuhi prinsip keterwakilan yang adil dan demokratis. Undang – Undang No. 7 Tahun 2017 dinilai memiliki kelemahan struktural dalam desain kelembagaan dan prosedur teknisnya mulai dari kesulitan pemilih mengenali calon, hingga beban berat bagi penyelenggara.
Merespon hal ini, sejumlah organisasi masyarakat sipil merumuskan Kodifikasi RUU Pemilu versi Masyarakat Sipil. Rancangan ini bukan hanya menyederhanakan regulasi yang tersebar di berbagai UU, tetapi juga menawarkan pembaruan menyeluruh agar sistem pemilu lebih inklusif, efektif, dan demokratis.
Perspektif Para Narasumber
Diskusi ini menghadirkan 4 pembicara dari sektor legislatif, eksekutif dan perwakilan masyarakat sipil:
Khoirunnisa Nur Agustyati (Direktur Eksekutif Perludem)
Menyampaikan bahwa kodifikasi versi masyarakat sipil lahir dari kepedulian terhadap demokrasi substantif. “Kami ingin sistem yang tidak hanya memenuhi prosedur, tapi juga memberi ruang setara bagi kelompok perempuan, penyandang disabilitas, dan pemuda untuk terlibat dalam politik elektoral”.
Bima Arya (Wakil Menteri Dalam Negeri)
Wakil Menteri Dalam Negeri menekankan bagaimana sistem pemilu berdampak langsung pada kualitas pemerintahan, terutama di tingkat lokal. Ia menekankan pentingnya reformasi pemilu yang tidak hanya mengatur prosedur teknis, tetapi juga memperbaiki relasi antara rakyat dan institusi negara, serta meningkatkan kepercayaan publik.
Muhammad Rifqinizamy Karsayuda (Ketua Komisi II DPR RI)
Menegaskan bahwa revisi UU Pemilu adalah bagian dari penguatan demokrasi. Sistem pemilu tidak boleh hanya melayani elite, tapi harus menjamin keterwakilan yang adil serta menyambut baik inisiatif masyarakat sipil dan menyatakan bahwa DPR siap melibatkan publik dalam proses pembahasan legislasi ke depan.
Charles Simabura (Direktur PUSaKO)
Mengatakan pentingnya mendorong reformasi internal partai politik. Menurutnya, selama partai masih dikuasai oleh elite tertentu, demokrasi tidak akan berkembang sehat. RUU usulan masyarakat sipil ini diharapkan dapat memaksa partai lebih terbuka, transparan, dan akuntabel.
Diskusi media ini menjadi momentum penting untuk memperluas partisipasi publik dalam proses legislasi UU Pemilu. Kodifikasi yang diusulkan oleh masyarakat sipil tidak hanya menjawab tantangan prosedural, tetapi juga menghadirkan visi demokrasi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Kegiatan ini juga menjadi ruang untuk mempertemukan pemangku kebijakan, akademisi dan masyarakat sipil untuk membahas masa depan sistem pemilu Indonesia.
Unduh dan pelajari lebih lanjut: Naskah RUU Pemilu Usulan Masyarakat Sipil (File Naskah RUU)
Saksikan ulang diskusi media ini melalui channel Youtube Perludem Publikasi Rancangan Undang-undang Pemilu Usulan Masyarakat Sipil: Buku 1 Desain Sistem Pemilu