Ancaman Demokrasi Indonesia Pasca Pemilu 2024
SIARAN PERS PUSKAPOL UI
5 September 2024
Pada Rabu, 4 September 2024, PUSKAPOL UI bekerja sama dengan ALGORITMA Research and Consulting telah sukses menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “Ancaman terhadap Demokrasi di Indonesia: Belajar dari Pengalaman Negara-Negara Asia Tenggara.” Acara ini digelar di Auditorium Mochtar Riady, Gedung C Lantai 2, Kampus FISIP UI, dan dihadiri oleh akademisi, jurnalis, mahasiswa, serta masyarakat umum. Diskusi ini dibuka dengan catatan singkat dari Dekan FISIP UI, Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto, yang menyampaikan refleksinya terkait kondisi ancaman demokrasi Indonesia hari ini dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.
Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu Dr. Andreas Ufen (Senior Research Fellow, German Institute Global and Area Studies), Dr. Hurriyah (Direktur Eksekutif PUSKAPOL UI), dan Dr. Fajar Nursahid (Direktur Riset dan Program ALGORITMA Research and Consulting). Diskusi dipandu oleh Teuku Harza Mauludi, M.P.P. (Peneliti PUSKAPOL UI), yang mengarahkan pembicaraan sesuai dengan bidang keahlian masing-masing narasumber.
Narasumber pertama, Andreas Ufen, memberikan pandangan mendalam mengenai tantangan-tantangan yang dihadapi Indonesia. Ufen menyoroti tren kemunduran demokrasi (democratic backsliding) di Indonesia semakin terlihat melalui pola-pola otoritarian yang muncul di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Menurutnya, ada persoalan sistemik dalam kepartaian berbasis presidensialisme di Indonesia yang membuat partai menjadi kurang ideologis. Ufen juga membandingkan lanskap politik Indonesia dengan pengalaman di Jerman, di mana terjadi pembelahan (cleavage) ideologi, seperti isu lingkungan, yang belum terjadi di Indonesia. Namun, Ufen tetap optimistis bahwa demokrasi Indonesia masih menunjukkan resiliensi yang cukup kokoh karena ditopang oleh kuatnya kontrol dari masyarakat sipil.
Pembicara kedua, Hurriyah menanggapi optimisme tersebut dengan lebih hati-hati. Hurriyah berpendapat bahwa erosi demokrasi yang sedang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Ia menambahkan bahwa salah satu penyebab kondisi ini adalah peran sebagian tokoh masyarakat sipil yang justru menjadi enabler dalam melemahkan mekanisme pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh aktor-aktor non-negara. Hal ini didukung oleh survei yang dilakukan oleh Algoritma. Fajar Nursahid menyampaikan realita politik Indonesia yang diperparah oleh gerakan akar rumput yang dikooptasi. Ini misalnya ditunjukkan oleh banyaknya aktivis dan intelektual yang “berpindah kuadran” menjadi alat penguasa sehingga masyarakat sipil menjadi terfragmentasi. Akibatnya, tidak ada oposisi yang kuat, yang pada akhirnya memberi ruang bagi elit politik untuk mengambil kebijakan secara semena-mena.
Diskusi berlanjut ke sesi tanggapan dan tanya jawab, di mana beberapa peserta menyampaikan refleksi kritis dan kekhawatiran mereka terhadap masa depan demokrasi di Indonesia. Fokus diskusi ini adalah mencari solusi untuk memperbaiki dan menyelamatkan demokrasi dari berbagai ancaman yang ada.
Moderator menutup diskusi dengan menekankan pentingnya kesadaran dari kaum kritis, termasuk generasi muda, dalam mempertahankan nilai-nilai demokrasi. Hal ini diharapkan dapat menciptakan sinergi untuk bersama-sama melawan ancaman yang dapat merusak tatanan demokrasi yang telah dibangun. Upaya ini bisa dilakukan melalui peran aktif dalam politik ide yang tidak terjebak dalam pengkultusan, termasuk lewat pembentukan partai-partai baru yang lebih programatis. Namun, untuk mewujudkan demokrasi yang lebih substansial, tetap dibutuhkan perubahan institusional seperti revisi aturan partai politik.