Penulis: Fitrinela Patonangi (Anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat, Peserta She Leads Indonesia 2021). Diterbitkan di Koran Fajar, 24 Oktober 2021
Puskapol LPPSP UI adalah unit kajian di LPPSP FISIP UI yang bergerak dalam penelitian dan pengabdian masyarakat atas dukungan dari Pemerintah Australia melalui Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) dan mitra pelaksananya International Foundation for Electoral System (IFES), melaksanakan Program Kegiatan Perempuan Memimpin yang bertujuan untuk mendorong peningkatan jumlah perempuan untuk mendaftar dan mengikuti seleksi menjadi anggota KPU dan Bawaslu RI Periode 2022-2027. Kegiatan serupa juga dilakukan di 2016 untuk seleksi Anggota KPU dan Bawaslu RI Periode 2017-2022.
Dikuti oleh peserta dari berbagai latar belakang di antaranya penyelenggara pemilu dari KPU dan Bawaslu, akademisi, penggiat pemilu dan demokrasi dan lembaga ormas lainnya. Tim Puskapol UI menyeleksi peserta pada pelatihan tersebut, quota peserta hanya berjumlah 150 orang dengan animo calon peserta meningkat tiga kali lipat, tentunya ini adalah sinyal bagus untuk mendorong dan penguatan bagi perempuan untuk lebih banyak terlibat menjadi bagian penting dan strategis dalam penyelenggaraan pemilu.
Frasa kuota 30 persen
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait keterwakilan perempuan sebagai penyelenggara pemilu sebagaimana diatur di dalam Pasal 10 ayat (7) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan bahwa komposisi keanggotaan KPU, keanggotaan KPU Provinsi dan Keanggotaan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dan Pasal 92 ayat (1) yang menyatakan bahwa Komposisi keanggotaan Bawaslu, Keanggotaan Bawaslu Provinsi, dan Keanggotaan Bawaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
Pada dasarnya frasa “memperhatikan” mesti menjadi menjadi catatan bagi penguatan demokrasi yang berspektif gender dengan menghadirkan kesetaraan gender dalam pengambilan keputusan-keputusan publik khususnya dalam penyelenggaraan Pemilu.
Penempatan frasa dalam ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya terhadap frasa “memperhatikan” bukan sesuatu yang tidak memiliki makna walaupun bukan suatu kewajiban tetapi beririsan terhadap penentuan kebijakan khususnya terhadap perekrutan penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) itu sendiri, yang mengedepankan keterlibatan perempuan di dalamnya sebagaimana kebijakan affirmative action (afirmasi perempuan) dalam sistem demokrasi.
Tentunya dimulai dari proses seleksi oleh tim seleksi yang berorientasi pada perspektif gender, perempuan tidak hanya menjadi pelengkap dan bahkan menjadi objek penderita jadi diperlukan turunan dari ketentuan Pasal 22 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 yang menyatakan Presiden membentuk keanggotaan tim seleksi yang berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang anggota dengan memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen). Ketentuan tersebut, juga sejatinya tidak hanya pada seleksi Pusat (KPU RI dan Bawaslu RI) melainkan diturunkan pada ketentuan-ketentuan teknis atau peraturan Organik kelembagaan (PKPU/Perbawaslu) dalam mengelola teknis perekrutan kelembagaan Bawaslu dan KPU pada tingkatan ke bawah dengan mengatur keterlibatan perempuan pada tim seleksi itu sendiri.
Diperlukan sikap tindak bagi elemen-elemen perempuan khususnya oleh Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang bergerak atau berorientasi pada perempuan untuk memberikan Pendidikan atau sosialisasi kepada masyarakat khususnya kepada perempuan itu sendiri untuk terlibat bukan hanya sebagai peserta Pemilu malainkan juga sebagai penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan melahirkan demokrasi yang betul-betul berspektif gender.
Apresiasi yang dilakukan Puskapol UI yang bukan hanya mendorong tetapi juga mengawal dengan memastikan melalui tim fasilitator yang dibentuk, peserta akan mengikuti tiga modul pelatihan yang didesain secara khusus untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan para peserta, modul pertama sudah berlangsung dari 27-30 September 2021 dan akan terus berlanjut pada Modul 2 dan Modul 3.
Pelatihan yang berlangsung secara daring dan semi daring tidak menjadi penghalang bagi fasilitator dan peserta dalam mencapai tujuan pelatihan tersebut. Malah seakan berada dalam kelas tatap muka langsung. Peserta juga diberikan tugas untuk mengisi formulir pendaftaran yang nantinya peserta bisa mengisi lalu dikoreksi oleh fasilitator dan diberi perbaikan perbaikan. Ini adalah bentuk wujud kongkrit yang dilakukan oleh Puskapol UI yang tidak hannya mendorong tetapi mengawal perempuan Indonesia yang punya kapasitas, punya pengetahuan dan pengalaman serta integritas yang tangguh dari ulai pelatihan sampai pada sesi pendaftaran pada seleksi Anggota KPU RI dan Bawaslu RI Periode 2022-2027.
Diperlukan pemetaan holistik potensi perempuan dalam perekturan penyelenggara Pemilu itu sendiri. Karena pada dasarnya kebijakan afirmasi perempuan pada penyelenggaran Pemilu juga tidak bermakna apa-apa jika tidak dibarengi pada keinginan-keinginan perempuan untuk menjadi penyelenggara Pemilu. Bahwa diperlukan perubahan regulasi khususnya terkait keterlibatan perempuan sebagai penyelenggara Pemilu yang dimana frasa “memperhatikan” dikuatkan dengan frasa yang mengikat untuk 30% persen keterwakilan perempuan sebagai penyelenggara Pemilu.
Demokrasi sejatinya adalah partisipasi dan kesetaraan, menunjukkan secara tegas bahwa perempuan mesti hadir dan berperan yang tidak hanya dalam posisi sebagai pemilih tetapi juga terlibat sebagai Penyelenggara Pemilu. Harapan besar pada Tim Seleksi KPU RI dan Bawaslu RI yang terbentuk untuk memberi kesempatan yang besar pada Perempuan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai penyelenggara pemilu pada KPU RI dan Bawaslu RI Periode 2022-2027. (*)