Dalam rekrutmen anggota lembaga penyelenggara pemilu, sejak tahun 2007 telah dikeluarkan dua undang-undang yang secara khusus memuat pasal tentang keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% dalam keanggotaan KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Hal itu dapat ditemukan dalam UU Penyelenggara Pemilu No. 22 tahun 2007, yang diperbarui dengan UU Penyelenggara Pemilu No. 15 tahun 2011.
Dalam UU Penyelenggara Pemilu No. 15 tahun 2011 disebutkan dengan jelas amanat keanggotaan agar memperhatikan keterwakilan perempuan sebagai anggota penyelenggara pemilu di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Namun demikian, data menunjukkan kondisi hingga saat ini pendaftar perempuan maupun anggota perempuan terpilih sebagai penyelenggara pemilu masih minim. Di tingkat nasional, keanggotaan KPU dan Bawaslu periode 2012 – 2017 masing-masing terdiri dari hanya satu orang perempuan dari total komisioner (KPU 7 orang, Bawaslu 5 orang).
Rendahnya jumlah anggota perempuan penyelenggara pemilu dapat ditelusuri sejak tahap pendaftaran dan proses seleksi. Data jumlah pendaftar memperlihatkan bahwa jumlah pendaftar perempuan secara konsisten selalu lebih sedikit dibandingkan jumlah pendaftar laki-laki. Dalam proses seleksi calon anggota penyelenggara pemilu periode 2012 – 2017 tercatat 606 pendaftar KPU RI yang terdiri dari 495 laki-laki dan 111 perempuan (18,3%). Sementara dari 294 pendaftar Bawaslu RI, tercatat 252 laki-laki dan 42 perempuan (14,7%).
Pada rekrutmen anggota penyelenggara pemilu periode 2017 – 2022 secara umum terjadi penurunan jumlah pendaftar yang cukup signifikan dibanding periode sebelumnya, yakni 37%. Total pendaftar KPU RI dan Bawaslu RI di tahun 2012 mencapai 900 orang, sementara untuk periode selanjutnya hanya terdapat 564 orang pendaftar. Untuk periode 2017 – 2022, sebagaimana dilaporkan Tim Seleksi pada akhir jadwal pendaftaran, tercatat 325 pendaftar KPU RI yang terdiri dari 230 laki-laki dan 95 perempuan (29,2%).[1] Pendaftar Bawaslu RI berjumlah 239 orang yang terdiri dari 176 laki-laki dan 63 perempuan (26,4%).
Potret Minimnya Pendaftar Perempuan pada Seleksi KPU RI dan BAWASLU RI
tahun 2012 dan 2016
2012 | 2016 | |||
KPU RI | BAWASLU RI | KPU RI | BAWASLU RI | |
Jumlah Pendaftar | 606 | 294 | 325 | 239 |
1. Laki-laki | 495 (81,6%) | 252 (85,7%) | 230 (70,8%) | 176 (73,6%) |
2. Perempuan | 111 (18,3%) | 42 (14,3%) | 95 (29,2%) | 63 (26,4%) |
Sumber: Data 2012 diolah Puskapol dari data Tim Seleksi 2012; data 2016 diolah Puskapol dari data Tim Seleksi di situs Kemendagri per 14 November 2016
Meski terjadi penurunan jumlah pendaftar secara keseluruhan, perlu dicermati telah terjadi kenaikan persentase pendaftar perempuan di kedua lembaga penyelenggara pemilu; naik sekitar 10% pendaftar perempuan untuk KPU RI, dan 12% pendaftar perempuan untuk Bawaslu RI. Meskipun persentase pendaftar perempuan meningkat, jumlah pendaftar perempuan anggota penyelenggara pemilu tetap jauh lebih rendah dibandingkan pendaftar laki-laki.
Pusat Kajian Politik FISIP UI melaksanakan program bertajuk “Perempuan Memimpin” dengan tujuan meningkatkan jumlah perempuan anggota lembaga penyelenggara pemilu di tingkat nasional, yang dimulai dari upaya peningkatan jumlah pendaftar perempuan. Program ini berlangsung sejak April 2016 dan rangkaian pelatihan untuk perempuan potensial pendaftar penyelenggara pemilu telah dilaksanakan di tiga kota, yakni Surabaya, Medan, dan Makassar. Pemilihan tiga kota tersebut untuk mewakili tiga zona di Indonesia dan memfasilitasi sebaran wilayah tinggal perempuan potensial. Total peserta pelatihan terdiri dari 96 orang perempuan, dan tercatat 77 di antaranya telah menyerahkan berkas pendaftaran, yang terdiri dari 47 orang pendaftar KPU RI dan 30 orang pendaftar Bawaslu RI.
Selama pelaksanaan rangkaian pelatihan, Pusat Kajian Politik FISIP UI menemukan sejumlah kendala yang dihadapi perempuan dalam mendaftar sebagai calon anggota penyelenggara pemilu.
- Terjadi ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam proses pendaftaran. Ketidaksetaraan ini bahkan dimulai sejak proses awal, yakni dalam membuat keputusan untuk mendaftarkan diri sebagai penyelenggara pemilu di tingkat nasional. Perempuan cenderung dihadapkan pada sejumlah pertimbangan yang lebih rumit terkait karirnya di ranah publik dan tuntutan perannya di ranah domestik sebagai istri dan ibu rumah tangga. Pengambilan keputusan bagi perempuan untuk ikut mendaftar sebagai komisioner di tingkat nasional menjadi lebih pelik dibandingkan laki-laki.
- Akses informasi yang tidak sama akibat sebaran wilayah tempat tinggal dan ketimpangan infrastruktur juga menjadi kendala tersendiri bagi perempuan yang umumnya memiliki jejaring lebih terbatas dibandingkan laki-laki.
- Hal di atas berkontribusi pada kendala selanjutnya, yakni minimnya pengalaman dan pengetahuan tentang kepemiluan yang tercermin dalam ketidakpahaman mengisi formulir pendaftaran yang dinilai membingungkan.
- Sejumlah alumni peserta pelatihan juga menuturkan bahwa minim dukungan dari tempat bekerja mereka untuk mendaftar. Alumni lain menyampaikan pengalamannya sulit memenuhi prasyarat dokumen terkait afiliasinya dengan partai politik lebih dari lima tahun yang lalu karena pengurus partai terkesan enggan mengeluarkan surat pernyataan bebas keanggotaan partai politik.
Keseluruhan tantangan tersebut tidak diakomodir dalam peraturan yang ada karena anggapan bahwa perempuan dan laki-laki telah diberikan akses dan peluang yang sama untuk masuk mendaftar sebagai penyelenggara pemilu. Anggapan inilah yang menurut Puskapol UI perlu dikoreksi karena tidak sesuai dengan situasi sebenarnya di lapangan.
Sesuai jadwal tahap pendaftaran dan seleksi yang ditetapkan Tim Seleksi Calon Anggota KPU RI dan Bawaslu RI, tanggal 3 November lalu adalah batas akhir penyerahan berkas pendaftaran dan saat ini tengah berlangsung proses seleksi tahap pertama, yakni seleksi administrasi. Adapun hasil dari penelitian administrasi dijadwalkan akan diumumkan tanggal 25 November mendatang. Puskapol UI memberikan apresiasi atas proses pendaftaran yang telah dijalankan oleh Tim Seleksi Calon Anggota KPU RI dan Bawaslu RI. Puskapol UI mengharapkan proses seleksi selanjutnya dapat menjadi bagian dari upaya mengoreksi ketimpangan keterwakilan perempuan sebagai penyelenggara pemilu. Untuk itu, Puskapol UI mengajukan sejumlah rekomendasi berikut:
- Kepada Tim Seleksi Calon Anggota KPU RI dan Bawaslu RI:
Memastikan proses dan hasil seleksi memenuhi keterwakilan perempuan sesuai amanat Undang-undang (UU Nomor 15 tahun 2011).
- Kepada Pemerintah dan DPR:
Mengkaji dan menghasilkan peraturan tentang rekrutmen penyelenggara pemilu nasional dan lokal yang lebih aksesibel bagi pendaftar perempuan.
- Kepada masyarakat:
Memantau, mengawal, dan mendukung proses seleksi yang transparan dan adil bagi perempuan.
***
Informasi lebih lanjut hubungi:
- Anna Margret (0877-81853471)
- Yolanda Panjaitan (0812-90399004)
[1] Komposisi data terpilah dalam rilis ini sedikit berbeda dari yang terpublikasi pada situs Kementrian Dalam Negeri karena data yang kami pakai adalah data terpilah yang telah kami perbarui berdasarkan kesesuaian nama dan jenis kelamin.