Pilkada 2024 akan menjadi pemilihan kepala daerah serentak kelima dan sekaligus yang terbesar di Indonesia, karena mencakup 545 wilayah provinsi, kabupaten dan kota. Pilkada 2024 juga menjadi pemilihan lokal pertama yang diselenggarakan pada tahun yang bersamaan dengan pemilu nasional.
Tetapi jauh sebelum itu, Indonesia sebenarnya sudah menyelenggarakan pilkada langsung sejak tahun 2005, meskipun pelaksanaannya belum dilakukan secara serentak. Pasca penerapan otonomi daerah, ada semangat besar untuk mewujudkan demokrasi langsung bukan hanya di tingkat nasional tetapi juga di tingkat lokal. Pilkada, dalam pandangan banyak pengamat dan sarjana politik, adalah mekanisme terbaik untuk memastikan kekuasaan politik menjadi terdesentralisasi sehingga relasi pemerintahan pusat dan daerah menjadi lebih setara, dan masyarakat di daerah bisa memilih langsung pemimpin di daerah mereka.
Pelaksanaan pilkada langsung di era reformasi juga dimaksudkan sebagai koreksi atas praktik demokrasi ala Orde Baru yang semu. Kepala daerah yang sebelumnya diseleksi dan direkomendasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk ditetapkan kemudian oleh Presiden, mengakibatkan kepala daerah hanya sekedar menjadi perpanjangan tangan kekuasaan presiden. Melalui pilkada langsung, prinsip kedaulatan rakyat yang menjadi esensi utama demokrasi diharapkan dapat terwujud. Karenanya, keberadaan pilkada yang bebas, adil, dan inklusif menjadi prasyarat utama untuk terwujudnya esensi demokrasi langsung dan kemanfaatannya bagi masyarakat di daerah.
Tentu saja, dalam praktiknya pilkada di Indonesia masih menyimpan sejumlah persoalan dan tantangan. Praktik politik uang dan jual beli suara, netralitas penyelenggara negara, menyempitnya arena kontestasi politik akibat politik dinasti dan oligarki, politisasi isu identitas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dan gender, serta rendahnya akuntabilitas dan representasi politik menjadi beberapa isu krusial yang kerap disoroti oleh publik.
Di satu sisi, tren pilkada di Indonesia menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat untuk berpartisipasi menjadi pemilih masih tetap tinggi. Tetapi di sisi lain, antusiasme ini belum diimbangi dengani pengetahuan dan literasi yang cukup mengenai esensi dan tujuan pilkada, visi misi dan rekam jejak calon pemimpin, serta pentingnya menjaga tujuan besar demokrasi melalui partisipasi pemilih yang lebih bermakna.
Buku Saku Pemilih Berdaya Edisi Pilkada hadir sebagai bagian dari upaya PUSKAPOL UI untuk turut menyukseskan penyelenggaraan pilkada dan memperkuat daulat rakyat dalam demokrasi, dengan cara menjadikan masyarakat sebagai pemilih yang berdaya. Tujuan utama buku ini sederhana, yakni menjembatani kesenjangan antara partisipasi dan literasi pemilih mengenai pilkada. Karenanya, buku ini memuat informasi penting mengenai apa dan bagaimana Pilkada, serta apa yang harus dilakukan oleh pemilih untuk memastikan bahwa partisipasi mereka di dalam pilkada memiliki signifikansi dan manfaat bagi penguatan demokrasi di daerah.
Kami berharap buku ini tidak saja menjadi pedoman praktis bagi pemilih, tetapi juga menjadi sarana pendidikan politik yang bisa dimanfaatkan baik oleh penyelenggara pemilu, masyarakat sipil, komunitas warga, hingga lembaga pendidikan tinggi maupun sekolah. Sebagai lembaga kajian kampus yang selama ini menaruh perhatian pada isu-isu demokrasi dan politik elektoral, PUSKAPOL UI berharap prakarsa ini menjadi sumbangsih positif bagi upaya penguatan demokrasi di Indonesia.
Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat.
Jakarta, 16 November 2024
Direktur PUSKAPOL LPPSP FISIP UI